Sebenarnya
malam ini saya sedang mengerjakan sebuah tugas karya tulis untuk dikumpulkan
besok pagi. Sudah berkali-kali saya membuat tugas karya tulis yang menganalisis
isu pendidikan di Indonesia. Mulai dari sistem manajemen pendidikannya hingga
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan itu menimbulkan pro
kontra di masyarakat, bahkan di kalangan guru yang ikut menjalankan kebijakan
tersebut. Ketika seseorang telah masuk dalam suatu sistem, maka susah untuk
bertahan kecuali keluar. Banyak sekali ternyata permasalahan di bidang pendidikan
di Indonesia ini. Kurikulumnya kah yg salah.? Tidak. Kurikulum sudah bagus
Hanya SDM yang menjalankan roda pendidikan lah yang salah. Dari kalangan atas
sampai kalangan bawah tidak lepas dari kesalahan berantai.
Salah
satu contohnya diskusi kelas yang kami lakukan setahun lalu tentang UAN. Sudah menjadi
rahasia umum tentang kecurangan yang terjadi ketika UAN tiba. Memang tidak
semua anak curang, namun yang berusaha jujur pun kadang masih dicekoki kunci
jawaban agar rata-rata nilai UAN meningkat. Berbagai tekanan dari para pemimpin
pendidikan diatas yang memberikan tekanan makin kuat ke bawahan hanya untuk 1
tujuan : nilai UAN yang tinggi agar ranking pendidikan meningkat. Dan
ujung-ujungnya SNMPTN jalur ujian tulis dihapus. Jalur undangan dipakai, dan
para guru beserta semua pihak yang terkait tidak sedikit yang mulai
memanipulasi nilai rapor anak. Apakah anak menjadi semakin rajin belajar dan
memahami ilmu.? Tidak. Mereka bahkan dengan santainya mengatakan “ah,, nanti
kan ada remedial. Pasti tuntas sesuai SKBM kok. Nanti kan pas UAN ada kunci
jawaban, pasti kita semua lulus UAN. Nanti kan pas masuk kuliah, nilai rapor
ditabung, jadi bisa tinggi, jadi pasti bisa masuk kuliah. Nanti kan ga ada
ujian tulis lagi di SNMPTN 2013, jadi ga usah belajar lagi. Semua gampang. Ga
perlu takut dengan UAN dan SNMPTN jalur undangan.” Terkadang guru yang sadar
bahwa perbuatan ‘membantu anak’ itu salah terpaksa melakukannya karena takut
dipindah tugaskan, terpaksa melakukan perintah atasan yang sebenarnya justru
menghancurkan pendidikan di Indonesia.
Hm,
malam ini saya hanya akan fokus membahas masalah minat dan bakat anak. Semua
orang pasti sudah tau bahwa tiap orang punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Tapi itu sekedar teori bagi kebanyakan orang. Pada kenyataannya
masih banyak yang mengganggap anak itu lebih pintar jika begini dan begitu. Dan
kurikulum pun turut membebani anak dengan semua mata pelajaran yang tidak
praktis dan belum tentu akan dipraktekkannya nanti di dunia nyata. Metode
belajar Matematika Realistik sampai kontekstual pun jarang dilaksanakan
langsung dalam proses belajar mengajar di sekolah. Nilai 90 dan 100 hanya
menjadi hiasan cantik di rapor. Siapa yang patut disalahkan.? Saya belum bisa
menjawab karena belum melakukan penelitian terhadap masalah yang terlihat
sederhana ini. Tapi sebenarnya pendidikan dimulai dari rumah, dimulai dari pola
pikir orang tua, baru kemudian guru dan para praktisi dunia pendidikan.
Contoh
nyata mengenai pola pikir orang tua di rumah adalah kisah adik saya. Adik saya
yang tadinya bingung ingin masuk IPA atau IPS menjadi bimbang karena pikiran orang
tua dan keluarga besar masih seperti itu, menganggap bahwa “Anak IPA lebih
pintar dari IPS”. Dan orang tua pun menginginkan anaknya masuk kuliah Kedokteran
ataupun bidang Teknik. Menurut mereka dengan masuk IPA, peluang menuju jurusan
favorit tersebut jadi lebih mudah diraih. Tidak ada jurusan favorit menurut
saya. Setiap jurusan itu favorit menurut minat dan bakat yang dimiliki
mahasiswanya. Buat apa masuk kuliah kedokteran dengan uang tetapi hasilnya sering
mengecewakan masyarakat. Buat apa masuk kuliah teknik tetapi menghitung dan
menggambar bagan gambar pun tidak sesuai dengan kondisi alam di lapangan. Yah,
mungkin yang masuk itu adalah orang-orang yang dipaksa oleh orang tua nya
padahal tidak berbakat bahkan tidak memiliki minat sama sekali di bidang
perkuliahannya tersebut. Saya yang sudah selesai kuliah S1 di bidang pendidikan
dan mengerti bahwa minat dan bakat adik saya sangat jauh dari bidang IPA
seperti fisika, kimia dan matematika IPA, tetapi sangat jago dibidang
hafal-menghafal ayat, geografi, sosiologi, sejarah, PKN. Itu semua terlihat
dari nilai-nilainya dari SD-SMA kelas 1. Saya memberikan pengertian kepada orang
tua dan menyarankan agar adik saya masuk IPS, sesuai dengan minatnya, dan semoga
menjadi yang terbaik. Ternyata memang benar, walaupun dia dinyatakan lulus
masuk kelas IPA, namun ia minta dipindahkan ke kelas IPS dan selalu meraih
rangking 1 hingga saat ini. Bahkan bakatnya berkembang dan sering mengikuti
berbagai olimpiade maupun lomba-lomba lainnya hingga tingkat Provinsi dan
sering kali ia pulang membawa piala. Tapi apa jadinya jika ia tetap dipaksa
orang tua untuk masuk IPA.? Mungkin ia akan selalu remedial fisika, tidak
pernah juara 1, dan stres karena malu merasa tertinggal dan belajar di bidang
yang tidak ia minati sama sekali. Jadinya ia tidak akan berkembang dengan baik.
Ada pula kisah sepupu saya yang terpaksa masuk kuliah Teknik Sipil, padahal
minat dan bakatnya di bidang teknik Informatika dan komputer. Alhasil 2 tahun
kuliah di teknik ia drop out. Kemudian mengulang kuliah lagi di jurusan Teknik
Informatika di Universitas yang lebih baik, namun dengan hasil yang memuaskan.
Itu semua terjadi karena minat dan bakat sang anak. Jadi diharapkan orang tua
tidak memaksakan kehendaknya terhadap anak.
Di
sekolah pun citra “Anak IPA lebih pintar dari anak IPS” masih sering terdengar.
Saya masih ingat ketika saya baru naik ke kelas XI IPA dulu banyak guru yang
memuji bahwa anak IPA lebih pintar, jadi kalian tidak boleh malas seperti anak
IPS. Bagaimana mungkin seluruh murid berkembang dengan baik jika pikiran
gurunya masih membedakan begitu.? Padahal setiap anak itu unik dan memiliki
minat bakat yang berbeda satu sama lain. Tidak bisa dipaksakan berdasarkan
pikiran yang terbaik sekalipun menurut kita. Berdasarkan tes IQ dan tes minat
bakat pun bisa diketahui. Apa jadinya jika Pak Habibie dipaksa menjadi penyanyi
dan apa jadinya jika penyanyi Michael Jakson dipaksa menjadi Insinyur Pesawat
Terbang.? Bisa jadi tak akan ada dari mereka yang benar-benar sukses karena
mereka berjalan dijalan yang tidak sesuai dengan bakat dan minat mereka. Hanya
karena orang tua dan praktisi pendidikan mengatakan kalimat yang salah satunya
berbunyi seperti ini“Menjadi Insinyur pesawat lebih hebat dari pada penyanyi. Apa
itu penyanyi, pekerjaan yang tidak jelas dan tidak menjanjikan”. Sungguh,
sebagai orang tua dan guru, ubahlah pikiran kuno tersebut dan ubahlah dengan
mengatakan “Setiap anak itu unik. Jadilah yang terbaik sesuai bakat dan minatmu”.
Apakah
artikel ini masih terasa berat untuk dicerna.? Saya sudah berusaha menggunakan
kalimat yang jauh lebih sederhana dari buku-buku dan artikel yang saya baca.
Saya hanya menggunakan bahasa sederhana seperti diskusi kelas yang tidak kaku
dan tidak formal. Contoh lain yang mungkin bisa dicerna dengan mudah adalah
film Bollywood yang berjudul “3 IDIOTS”
atau film “TAARE ZAMEEN PAR (Every Child Is Special)”.
Cobalah tonton film tentang pendidikan tersebut. Semoga mindset kita tentang
dunia pendidikan berubah menjadi lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar